A. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA / DAERAH (APBN / APBD)
1a. Arti, Tujuan, dan Fungsi APBN
a) Pengertian APBN
APBN adalah suatu daftar yang memuat rincian pendapatan dan pengeluaran negara untuk waktu tertentu, biasanya satu tahun.
b) Tujuan APBN
Tujuan penyusunan APBD adalah sebagai pedoman pendapatan dan pembelanjaan negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.
c) Fungsi APBN
i. Fungsi Alokasi. Anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
ii. Fungsi Distribusi. APBN tidak selalu harus didistribusikan untuk kepentingan umum, melainkan dapat pula didistribusikan dalam bentuk dana subsidi dan dana pension. Pengeluaran ini disebut Transfer Payment yang dapat membatalkan pembiayaan ke salah satu sektor, kemudian dipindahkan ke sektor lain.
iii. Fungsi Stabilisasi. Anggaran negara menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
iv. Fungsi Otorisasi. Anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
v. Fungsi Perencanaan. Anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
vi. Fungsi Pengawasan. Anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
2a. Prinsip, Asas, dan Cara Penyusunan APBN
a. Prinsip Penyusunan APBN
1) Berdasar Aspek Pendapatan
i. Mengintensifkan penerimaan sektor anggaran dalam jumlah dan ketetapan penyetoran
ii. Mengintensifkan penagihan dan pemungutan piutang negara
iii. Mengintensifkan tuntutan ganti rugi yang diderita oleh negara dan denda yang dijanjikan.
2) Berdasar Aspek Pengeluaran
i. Hemat, tidak boros, efisien, dan berdaya guna serta sesuai dengan kebutuhan teknis yang ada
ii. Terarah dan terkendali sesuai dengan anggaran dan program kegiatan
iii. Membeli produk dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan / potensi yang dimiliki.
b. Asas Penyusunan APBN
1) Kemandirian
2) Penghematan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas
3) Penajaman prioritas pembangunan
c. Landasan Hukum APBN
1) UUD 1945 pasal 23 ayat 1 yang berbunyi “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan setiap tahun”
2) UU No. 1 tahun 1994 tentang Pendapatan dan Belanja Negara
3) Keputusan Presiden RI No. 16 tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN.
d. Cara Penyusunan APBN
Tiap department, lembaga atau badan, dan semua organisasi yang dibiayai oleh keuangan negara mengajukan usul atau rencana penerimaan dan pembiayaan kepada presiden yang akan dibahas oleh kelompok kerja yang dibentuk tujuan itu. Setelah disetujui, pemerintah mengajukan RAPBN ke DPR, kemudian disahkan menjadi APBN melalui undang – undang. Bila RAPBN tidak disetujui, pemerintah menggunakan APBN tahun sebelumnya. Pelaksanaan APBN diatur dengan keputusan presiden.
1b. Arti dan Tujuan APBD
a) Pengertian APBD
APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hubungan keuangan antara pusat dan daerah didasari oleh asas otonomi daerah (dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan).
b) Landasan Hukum APBD
Pengaturan keuangan antara pusat dan daerah di atur dalam UU No. 25 tahun 1999 yang intinya adalah pembagian kewenangan dan fungsi antara pusat dan daerah. Undang – undang ini menganut prinsip money follows function, yang berarti jika kewenangan dilimpahkan ke daerah maka uang untuk mengelola kewenangan itu pun harus dilimpahkan ke daerah.
c) Tujuan APBD
Tujuan APBD adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran dalam melaksanakan kegiatan daerah untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka meningkatkan perumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi masyarakat daerah.
d) Cara Penyusunan APBD
1. Pemda mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD. Pengambilan keputusan oleh DPRD selambat-lambatnya 1 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
2. Setelah disetujui oleh DPRD, RAPBD ditetapkan menjadi APBD melalui Peraturan Daerah. Jika tidak disetujui, untuk membiayai keperluan setiap bulan, Pemda dapat melaksanakan pengeluaran setingi-tingginya sebesar angka APBD tahun sebelumnya.
3. Setelah APBD ditetapkan, pelaksanaann dituangkan lebih lanjut dengan keputusan gubernur / bupati / walikota.
e) Pengaruh APBD Terhadap Perekonomian
Melalui APBD, maka dapat diketahui arah, tujuan, serta prioritas pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan. Pengeluaran pembangunan tersebut akan meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, sehingga akan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi. Pengeluaran pembangunan juga diharapkan mampu meningkatksn SDA, sehingga memampukan manusia tersebut dalam menerapkan teknologi tinggi pada proses produksi, untuk meningkatkan hasil produksi, dan akhirnya semakin banyak barang dan jasa yang tersedia bagi masyarakat.
B. PENDAPATAN DAN PENGELUARAN NEGARA / DAERAH
APBN dan APBD terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pendapat (penerimaan) negara dan hibah serta bagian pengeluaran (pembelanjaan).
1. Pendapatan Negara dan Hibah dalam APBN / APBD
Meliputi penerimaan dalam negeri dan hibah. Penerimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan perpajakan dan bukan pajak. Penerimaan pajak dibedakan lagi menjadi penerimaan dalam negeri (misalnya pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak bumi dan bangunan serta pajak lainnya) dan penerimaan pajak perdagangan internasional (misalnya bea masuk dan pajak ekspor). Penerimaan bukan pajak berasal dari penerimaan sumber daya alam, bagian laba BUMN, dan penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Adapun penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri, serta sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri. Penerimaan daerah bisa bersumber dari laba perusahaan daerah. Ditingkat pemerintah pusat kita mengenal laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan di Daerah Tingkat 1 kita mengenal laba Badan Usaha Milik Daerah. Namun, tidak semua laba BUMN dan BUMD bisa menjadi sumber pendapatan pusat atau daerah. Laba BUMN atau BUMD yang telah berbentuk PT atau Persero digunakan untuk kegiatan internal perusahaan yang bersangkutan dan tidak lagi menjadi bagian kekayaan pemerintah pusat dan daerah. Sebagai bagian dari sumber pendapatan, kita mengenal pula pajak daerah, seperti pajak kendaraan bermotor, retribusi, serta pendapatan lainnya untuk daerah.
Pendapatan negara dan hibah menampung seluruh pendapatan negara yang bersumber dari
(1) penerimaan perpajakan,
(2) penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan
(3) hibah.
2. Pengeluaran Negara dalam APBN / APBD
Belanja negara atau pengeluaran negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget).
a) Belanja pemerintah pusat
Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah pusat yang dialokasikan kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah yang akan dijalankan. Digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja negara menampung seluruh pengeluaran negara. Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian tersebut, menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), belanja pemerintah pusat yang meliputi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terbagi atas belanja-belanja berikut.
1. Belanja pegawai negeri dan TNI, menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, vakasi, tunjangan khusus dan belanja pegawai transito, biaya perjalanan dinas serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Disinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.
2. Belanja barang, yaitu pengeluaran negara untuk membeli barang-barang dalam negeri dan luar negeri yang digunakan untuk penyelenggaraan bunganya.
3. Belanja modal, menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas
(i) Belanja modal aset tetap/fisik, dan
(ii) Belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya non-fisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.
4. Bunga dan cicilan utang, yaitu pengeluaran negara untuk mencicil pokok pinjaman dan bunganya. Merupakan belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk pembayaran atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri, yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman
5. Subsidi, yaitu pengeluaran negara untuk membantu dan dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta. Menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial.
6. Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau lembaga/organisasi Internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.
7. Bantuan sosial (termasuk Penanggulangan Bencana) menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan kepada penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.
8. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 7, dan dana cadangan umum.
b) Belanja pemerintah daerah
adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja pemerintah daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah yang terdiri atas dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan penyesuaian.
I. Dana perimbangan,
Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan dijelaskan bahwa dana perimbangan merupakan transfer dana yang bersumber dari APBN ke daerah, berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
a) Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana bagi hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selain mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, penentuan besarnya DBH untuk daerah juga berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai otonomi khusus. DBH dilaksanakan dengan prinsip menurut sumbernya, dalam arti bahwa bagian daerah atas penerimaan yang dibagi hasilkan didasarkan atas daerah penghasil. Prinsip tersebut berlaku untuk semua komponen DBH, kecuali DBH perikanan yang dibagi sama rata ke seluruh kabupaten/kota. Selain itu, penyaluran DBH baik pajak maupun SDA dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan. Kebijakan dana bagi hasil dalam tahun 2007 lebih dititikberatkan pada penyempurnaan dan percepatan dalam proses perhitungan, pengalokasian, dan penetapan dana bagi hasil ke daerah. Hal ini dilakukan agar penyaluran DBH ke daerah dapat dilakukan tepat waktu. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah akan melakukan langkah-langkah aktif dalam penyempurnaan proses dan mekanisme penyaluran DBH ke daerah, antara lain melalui peningkatan koordinasi antardepartemen/instansi terkait serta peningkatan akurasi data oleh departemen/instansi terkait.
b) Dana Alokasi umum (DAU)
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang penggunaannya ditetapkan sesuai dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah (block grant). DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (PNSD). Adapun persentase alokasi DAU dalam tahun 2007 ditetapkan sebesar 26 persen dari PDN neto. adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum terdiri dari:
1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
2. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota
Jumlah Dana Alokasi Umum setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Setiap provinsi/kabupaten/kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail dalam Peraturan Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel jumlah penduduk dan luas wilayah.
c) Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus merupakan alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk membantu membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. DAK termasuk Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum (DAU). Daerah yang akan mendapatkan alokasi DAK adalah daerah-daerah yang memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD untuk membiayai kebutuhan pembangunan daerah. Sementara itu, kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, terutama ketentuan yang mengatur kekhususan suatu daerah, seperti UU tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua, serta karakteristik daerah yang meliputi antara lain daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan. Selanjutnya, kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian negara/departemen teknis terkait, dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana atau prasarana pada masing-masing bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK. Bidang-bidang yang akan dibiayai dengan DAK tahun 2007 ini, terdiri dari:
(i) bidang pendidikan;
(ii) bidang kesehatan;
(iii) bidang infrastruktur yang meliputi jalan, irigasi, dan air bersih;
(iv) bidang kelautan dan perikanan;
(v) bidang pertanian;
(vi) bidang prasarana pemerintah; dan
(vii) bidang lingkungan hidup.
Dalam tahun 2007, kebijakan alokasi DAK diprioritaskan untuk:
(i) membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah
(ii) menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan kepulauan, perbatasan darat dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta termasuk daerah ketahanan pangan
(iii) mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan sel-sel pertumbuhan di daerah
(iv) menghindari tumpang tindih kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga; serta
(v) mengalihkan kegiatan-kegiatan yang didanai dari dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke DAK.
II. Dana otonomi khusus dan penyesuaian
Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan penyesuaian untuk beberapa daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya, serta untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat. Alokasi Dana Otonomi Khusus dihitung atas dasar persentase yang besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahunnya.
Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat. Terdiri dari Dana Penyesuaian Murni dan Dana Penyesuaian Adhoc. Dana Penyesuaian Murni diberikan kepada Daerah Provinsi yang dalam perhitungan mengalami penurunan penerimaan DAU Tahun Anggaran 2004, sehingga Daerah tersebut akan menerima minimal sama dengan penerimaan DAU ditambah Dana Penyeimbang Murni Tahun Anggaran 2003. Dana Penyesuaian Adhoc diberikan kepada Daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota untuk bantuan pemberian gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil di daerah. Dana Penyesuaian yang diberikan kepada Daerah, bersumber dari Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian pada Belanja APBN Tahun Anggaran 2004. Dana Penyesuaian merupakan pendapatan Daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2004. Perhitungan besarnya Dana Penyesuaian Murni untuk masing-masing Daerah Provinsi dilakukan bersamaan dengan penghitungan Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi yang hasilnya tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2003 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2004. Perhitungan besarnya Dana Penyesuaian Adhoc untuk masing-masing Daerah Provinsi/kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan bobot kebutuhan pegawai masing-masing daerah dikalikan dengan besaran Dana Penyesuaian Adhoc dalam APBN TA.2004. Besarnya Dana Penyesuaian Murni dan Dana Penyesuaian Adhoc Tahun Anggaran 2004 adalah untuk masing-masing daerah penerima adalah ditetapkan dalam lampiran keputusan Menteri Keuangan ini. Dana Penyesuaian sebagaimana disediakan untuk Daerah penerima terhitung sejak bulan Januari 2004 melalui penerbitan Surat Keputusan Otorisasi (SKO). Tatacara penyaluran Dana Penyesuaian kepada masing-masing daerah penerima diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Anggaran. Pengalokasian Dana Penyesuaian Adhoc kepada Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota bersifat bantuan dan tidak dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan pengeluaran Daerah dalam APBD.
Daerah penerima Dana Penyesuaian melaporkan realisasi penggunaan dana tersebut setiap triwulan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan Menteri Dalam Negeri. Dana Penyesuaian Adhoc diberikan kepada Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk bantuan pemberian gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil di daerah. Dana Penyesuaian yang diberikan kepada Daerah, bersumber dari Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian pada Belanja APBN Tahun Anggaran 2004. Dana Penyesuaian merupakan pendapatan Daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2004. Pendapatan dianggarkan dalam Pos Lain-lain Penerimaan yang sah. Perhitungan besarnya Dana Penyesuaian Murni untuk masing-masing Daerah Provinsi dilakukan bersamaan dengan penghitungan Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi yang hasilnya tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2003 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2004. Perhitungan besarnya Dana Penyesuaian Adhoc untuk masing-masing Daerah Provinsi/kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan bobot kebutuhan pegawai masing-masing daerah dikalikan dengan besaran Dana Penyesuaian Adhoc dalam APBN TA.2004.
Dana Penyesuaian Adhoc adalah dana yang bersumber dari Dana Penyesuaian yaitu bagian dari pendapatan daerah dan dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2006 pada kelompok Lain-lain Pendapatan yang Sah, pada Anggaran Belanja untuk Daerah dalam APBN Tahun Anggaran 2006. Dana Penyesuaian Adhoc penggunaannya diprioritaskan untuk kegiatan prasarana fisik infrastruktur jalan dan sarana/prasarana fisik lainnya yang merupakan kebutuhan derah. Perhitungan besaran Dana Penyesuaian Adhoc untuk masing-masing kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan perhitungan besaran Dana alokasi Khusus.
Selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara akan berupa surplus/defisit anggaran. Guna menutup defisit anggaran maka diperlukan pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara dan hibah, yang antara lain bersumber dari (1) pembiayaan dalam negeri, dan (2) pembiayaan luar negeri.
Selisih dari pendapatan negara dengan pengeluaran negara adalah tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah ini digunakan untuk membiayai proyek pembangunan. Namun, pendapatan negara sering lebih kecil daripada pengeluaran negara.
Pada APBN 2005 dan 2006, pendapatan negara lebih kecil daripada pengeluaran negara, sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2005 dan 2006 disusun dengan defisit Rp 17.392,2 miliar dan Rp 22.430,8 miliar.
Pada APBN di masa Orde Baru, bantuan (utang) luar negeri dianggap sebagai penerimaan/ adapun pada APBN 2005-2006 utang luar negeri adalah beban/pembiayaan bagi pemerintah. Inilah yang menyebabkan APBN Orde Baru selalu berimbang atau surplus.
C. KEBIJAKAN FISKAL (KEBIJAKAN ANGGARAN)
1. Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan penyesuaian di bidang pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi.
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Memperbaiki keadaan ekonomi, mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga kestabilan harga-harga secara umum. Dengan kata lain, Kebijakan Fiskal mengusahakan peningkatan kemampuan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan cara menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan pemerintah.
3. Macam-macam Kebijakan Fiskal
a. Pembiayaan Fungsional
Pembiayaan pengeluaran pemerintah ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan nasional. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja (employment). Tokoh yang mengutarakan pembiayaan fungsional ini adalah A.P. Liner.
b. Pengelolaan Anggaran
Menurut Alvin Hansen, penerimaan dan pengeluaran pemerintah dari perpajakan dan peminjaman adalah paket yang tidak dapat dipidahkan dalam rangka menciptakan kestabilan ekonomi.
c. Stabilisasi Anggaran Otomatis
Dalam stabilisasi anggaran ini, pengeluaran pemerintah lebih lebih ditekankan pada asas manfaat dan biaya relative dari berbagai paket program. Pajak ditetapkan sedemikian rupa sehingga terdapat anggaran belanja surplus dalam kesempatan kerja penuh.
d. Anggaran Belanja Seimbang
Cara yang diberikan dalam hal ini adalah anggaran yang disesuaikan dengan keadaan (managed budget). Tujuannya adalah tercapainya anggaran berimbang dalam jangka panjang.
Kebijakan anggaran yang dianut masing-masing negara bisa berbeda tergantung pada keadaan dan arah yang akan dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjangnya.
Macam-macam anggaran yang biasa ditempuh beberapa negara :
- Anggaran berimbang
Pada anggaran berimbang, diusahakan agar pengeluaran (belanja) dan pendapatan atau penerimaan sama. Keadaan seperti ini dapat menstabilkan ekonomi dan anggaran.
- Anggaran surplus
Pada anggaran ini tidak semua penerimaan dibelanjakan, sehingga terdapat tabungan pemerintah. Asas ini tepat digunakan jika keadaan ekonomi mengalami inflasi.
- Anggaran devisit
Pada anggaran devisit, anggaran disusun sedemikian rupa sehingga pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Anggaran devisit dapat berakibat inflasi karena untuk menutup devisit harus dilakukan, misalnya meminjam atau mencetak uang.